Oktober 03, 2012

syahrini

“Edan!”
“Gak mungkin.”

“Kamu pasti ngarang.”
“Mana mungkin istrimu yang hamil, malah kamu yang disuruh…”
“Tapi ini benar, kok. Sungguh!” potong Misbah berusaha meyakinkan.

Misbah pantas ngotot, sebab masalah yang sudah memebelitnya beberapa hari belakangan ini, betul-betul membikin hidupnya tidak nyaman. Dan saat dia minta pendapat teman-teman kerjanya, mereka malah menganggab Misbah mengada-ada.

“Kamu pasti sudah lama gak ibadah yang bener, makannya jadi gampang ngawur,” Mas Putu yang sejak tadi hanya menyimak pembicaraan, akhirnya bersuara juga. Padahal biasanya, orang Bali satu itu tak gampang buka mulut kalau tak perlu benar.

“Kesurupan kok pengen mencium artis. Itu namanya kurang kerjaan,” bahkan yang sudah punya anak tiga biji, dan sudah pengalaman soal permintaan aneh dari istri yang sedang hamil, terus mencecar.
“Jadi … bagaimana?” Misbah mulai frustasi.
“Lupakan saja!”
“Begini!” Misbah coba meyakinkan lagi,”Istri saya gak mau makan, gak mau mandi, gak mau senyum apalagi ngomong, dan … pokoknya akan seenaknya, klau permintaannya gak saya penuhi!”
“Mis. Dimana pun di dunia ini, istri yang sedang hamil dan ngidam itu emang permintaannya macem-macem, semaunya dan gak dipikir lebih dulu,” ujar Umam, yang memang terkenal sabar dan toleran terhadap kesulitan orang lain.
“Tapi…”
“Tapi gak akan ada yang menyuruh suaminya untuk mencium perempuan lain. Apalagi perempuan itu bukan muhrim dan selebriti ngetop pula.”

Misbah garukgaruk kepala. Bingung.

Istri Misbah memang sedang hamil muda, dan ini anak pertama mereka. Sebetulnya laki-laki kalem berperawakan kecil ini sadar, istri yang sedang hamil memang suka minta yang aneh-aneh. Dan menurut keterangan, itu berhubungan erat dengan si jabang bayi.

Konon kabarnya juga, jika permintaan atau ngidamnya itu tak dipenuhi, maka anak yang lahir mulutnya akan selalu meneteskan air liur alias ‘ngiler’.

Misbah ingat, seorang temannya yang punya istri ABG pernah kelimpungan, gara-gara istrinya ngidam minta dibelikan rujak tumbuk. Kalau siang sih gampang mencarinya. Ini tengah malam, malah sedang enak-enaknya ngorok.

Untungnya setelah puter-puter keliling Jakarta, akhirnya si teman ini dapat juga. Maka dengan bahagia, rujak itu dipersembahkan pada istrinya. E… taunya, rujak itu Cuma diendus-endus, macam kucing menciumi bau ikan.

Terus teman Misbah yang lainnya, yang sekarang sukses jadi juragan mi ayam. Waktu ngidam, sang istri tidak maubersentuhan dengan air, alias ogah mandi, kecuali mandi di bawah air terjun, malam-malam pula. Edan, kan? Tapi toh tetap dilakoni. Dengan membawa mobil, ditemani sanak keluarganya, sang istri dibawa ke daerah Bogor yang banyak air terjunnya. Lalu… Byurrr!! Beres persoalan.

Masih banyak istri temn Misbah yang lain yang ngidamnya aneh-aneh. Tapi seaneh-anehnya mereka ngidam, menurutnya masih masuk akal.

“Lha saya? Masa’ istri saya ngidamnya, minta saya supaya mencium Syahrini,” Misbah menggerutu,”Mana mungkin! Jangankan mencium penyanyi cantik dengan bulu mata anti badai dan jambul katulistiwa-nya itu, menyentuhnya saja tentu tak boleh, karena saya sama Syahrini bukan muhrim.”

“Muhrim? Jangan sok!” begitu istri Misbah membantah, waktu laki-laki itu menjelaskan bahwa urusan cium mencium bibir perempuan bukan perkara mudah, kecuali yang memang sudah menjadi hak prerogatifnya.

“Lho iya. Kalau si Syahrini itu istri saya sendiri, sudah tentu saya uyek-uyek sampai lecek,” jawab Misbah.
Mendengar jawaban begitu, istri Misbah malah cemberut dan makin menjadi-jadi ngambeknya. Misbah mengalah. Tapi hatinya penasaran dan ingin tahu, kenapa istrinya yang baru dikawininya setahun itu ngidam aneh begitu.

“Mas, Syahrini itu penyanyi idolaku sejak dulu. Aku ingin anakku cantik, terkenal dan pinter nyanyi kayak dia,” jawab istri Misbah lugas.

MasyaAllah! Yang namanya idola itu mestinya kan orang yang keimanannya terjaga, Nabi Muhammad misalnya. Minimal, sahabat-sahabat beliau lah. Misbah ngebatin.

“Kenapa? Gak setuju?” istri Misbah meradang, saat melihat Misbah hanya bengong.
Misbah menarik napas.

“Istigfar, Dik!” ujar Misbah mengingatkan, “Punya anak itu mestinya berharap pinter ngaji, bukan pinter…”

“Apa salahnya, kalau anak kita pinter ngaji sekaligus juga pinter nyanyi?”

Misbah mati kutu.
Dan sekarang, saat Misbah minta pendapat teman-teman kerjanya, mereka malah bilang Misbah mengada-ada.

“Begini saja!” Binsar, teman Misbah yang kolektor gambar poster artis dan berharap suatu hari ketularan jadi artis juga, akhirnya member jalan keluar, “bagaimana kalau kau langsung datangi si Syahrini itu.”

“Lantas?”

“Bilang terus terang sama si Syahrini iu, soal permintaan istri kau.”

Misbah mikir.
“Kalau diizinkan mencium…” ujar Misbah ragu-ragu.

“Artinya kau beruntung!” Tukas Binsar

“Kalau gak diizinkan?”

“Artinya kau lebih beruntung!”

Lho! Misbah menepuk jidatnya. Asli, tidak mengerti.

“Kau kan bilang bilang, si Syahrini dengan kau itu kan bukan muhrim,’ jawab Binsar.

*****

Sepulang kerja, Misbah berniat bicara lagi dengan istrinya. Dia harus mengingatkan, bahwa keinginan istrinya betul-betul susah diwujudkan. Mana bisa dirinya yang cuman pegawai kelas rendahan dapat bertemu dengan selebritis kelas bintang. Kalau secara kebetulan, mungkin saja. Tapi jika sengaja ingin bertemu, apalagi ujuk-ujuk menciumnya, jangan-jangan dia langsung digelandang oleh polisi ke rumah sakit jiwa.

Tapi bagaimana kalau istrinya tetap ngotot dengan keinginannya?

Misbah bertekad untuk mencari penengah, mungkin mengadu pada mertuanya, atau memanggil guru ngaji tempat biasa sang istri berta’lim. Pokoknya harus ada yang bicara dan mengingatkan.
Kalau istrinya tetap ngotot, bahkan pakai embel-embel mengancam segala?

Mungkin saran si Binsar perlu juga ia pertimbangkan.

Misbah berdiri di depan pintu. Mulutnya belum juga mengucap salam. Dia masih berharap, istrinya mau mengganti keinginannya dengan ngidap yang lain. Jujur! Dia bukan takut dipukul oleh pengawal si Syahrini itu, atau ditangkap polisi dengan tuduhan pelecehan. Tidak. Bukan itu! Yang Misbah takutkan hanya Allah.

Selama ini dia sudah menjaga dirinya sekuat mungkin dari hal-hal yang bukan haknya. Bahkan perjodohannya dengan sang istri, dilaluinya hanya dengan sesekali berkenalan. Untungnya Allah menumbuhkan rasa cinta di hatinya, juga di hati istrinya. Jadi bagaimana mungkin, dia sekarangmelanggar apa yang selama ini ia jaga.

Tapi belum juga Misbah mengucap salam, pintu sudah terbuka. Di depannya kini berdiri istri Misbah. Wajahnya cerah. Dandanannya rapih. Malah wajah halusnya dilapisi sedikit bedak. Jilbab dan bajunya bahkan terlihat baru disetrika.

Tentu saja Misbah heran. Dia mencubit lengannya sekali. Sakit. Dua tiga kali semprul! Kulitnya malah lecet. Ini artinya dia tidak sedang bermimpi, apalagi salah masuk kamar orang lain.
“Kok gak mengucap salam?”

Misbah tergagab, “Oh.. iya.. assalamu’alaikum..” istri Misbah menggandeng Misbah yang masih terbengong-bengong dengan perubahan itu. Sementra, sambil berjalan Misbah diam-diam mencium bagian belakang julbab istrinya. Hmm, betul. Ini bau khas istrinya.

“Duduk!” kata istri Misbah.

Misbah menurut, bagai kerbau tercucuk hidungnya.

“Mau minum apa salat dulu?”

Misbah yang masih keheranan, menatap istrinya dengan seksama. Yang diperhatikan Cuma senyam-senyum. Selang beberapa saat, Misbah juga tersenyum. Dia peluk istrinya. Dia kecum dengan lembut kening, hidung dan pipi istrinya, yang sekarang wangi sabun mandi.

Alhamdulillah. Dalam hati Misbah mengucap syukur. Rupanya sang istri sudah sadar, bahwa keinginannya agar Misbah mencium Syahrini, bukan Cuma aneh tapi juga sulit diterima dari sudut manapun.

“Mas. Kok ditanya diam begitu?”

Jawabnya, Misbah mencuil hidung istrinya yang tak seberapa mancung.

“Ada berita menggembirakan. Mau denger? Ujar istri Misbah lagi.

Saya sudah tahu. Jawab Misbah dalam hati. Kamu gak akan menyuruh saya menemui dan mencium si Syahrini lagi, kan?

“Mask ok diam saja? Mau denger atau nggak?”

Misbah mengangguk.

Istri Misbah lebih mendekat, “Sekarang saya gak bakal menyuruh Mas menemui Syahrini lagi!”

“Kenapa?” Misbah pura-pura terkejut, padahal hatinya girang banget, “kata teman saya gampang kok menemui penyanyi ngetop itu.”

“Gak perlu!”

“Yakin?”

“He’eh!”

Alhamdulillah…

“Gantinya…” istri Misbah melanjutkan, matanya mengerling dengan genit.

“Apa?”

“Saya sudah menghubungi stasiun televisi.”

“Lantas?” Misbah penasaran juga. Kok bisa-bisanya si istri berhubungan dengan orang TV. Apa sekarang dia ngidam mau ikutan main sinetron? Atau kuis?

“Terus saya cerita sama orang-orang itu. Dan keinginan saya dikabulkan.” Ujar istri Misbah gembira.

“Keinginan? Maksutnya?” Misbah makin susah menebak.

“Syahrini bakal datang ke rumah kita!”


*****
“Gak mungkin!” bantah mas Putu.

“Memangnya si Syahrini itu artis kelas jalanan, mau saja disuruh mampir ke rumahmu?” Barkah ikut-ikutan menolak percaya.

“Kenyataannya begitu kok,” jelas Misbah.

“Apa kamu pakai ilmu pellet?”

“Gak. Demi Allah deh!”

“Gimana caranya, tampang kamu yang ngepas gitu, bisa ngundang penyanyi yang Cuma bisa kesaing sama Ashanti itu?”

“Bukan saya yang ngundang, Mas.”

Lho! Teman-teman Misbah terkejut.

“Terus siapa yang ngundang? Apa kelurahan sekalian buat meramaikan acara tujuh belas agustusan?”

“Bukan juga!”

Misbah lalu menjelaskan perubahan mendadak yang terjadi pada istrinya, termasuk soal menghubungi sebuah stasiun TV. Misbah pun sama seperti teman-temannya yang lain. Mulanya tidak percaya. Tapi masalahnya sekarang bukan percaya atau tidak. Tapi bagaimana kalau si Syahrini itu benar-benar datang?

Misbah diam. Mas Putu, Barkah dan yang lainnya pun idem. Baru setelah kopi di gelas mereka tandas, Binsar bicara.

“Menurutku masuk akal!”

“Alasannya?” Tanya Barkah.

“Artis sekarang kan ulahnya memang sering aneh. Bahkan tidak jarang, untuk mendongkrak popularitas mereka yang mulai jeblok, mereka tak segan melakukan hal-hal ajaib dan memalukan untuk mengundang perhatian masyarakat.”

“Aku tetap gak percaya!” Barkah ngotot.

“Kenapa?”

“Tetanggaku pernah ngundang artis untuk merayakan ulang tahun anaknya. Memang sih si artis itu belum ngetop. Tapi jangankan datang, dihubungi lewat telpon saja susahnya setengah mati.”

“Sekarang masalahnya jadi lebih serius. Bukan si Syahrini itu bisa datang atau tidak, tapi bisa gak Misbah mencium dia untuk memenuhi keinginan aneh istrinya?” Tanya Mas Umam.

“Aku kira bisa, para artis kan biasanya gampangan,” jawab Barkah.

“Heh. Bacot kamu dipelihara sedikit dong!” omel Mas Putu.

“Jangan su’udzon gitu,” Misbah menengahi, dia tidak mau persoalan ngidam istrinya menimbulkan akibat buruk di kalangan teman-temannya, “saya memang berharap si Syahrini itu datang, tapi sama sekali gak puna keinginan buat menciumnya.”

“Gimana kalau digantikan?” celetuk Binsar.

“Maksutnya?”

“Biar aku saja yang meniumnya!”
Hush!!

*****
Akhirnya hari yang ditunggu itupun tiba.

Rumah Misbah yang sumpek dan sepi sekarang jadi meriah. Di depan gang menuju rumahnya dipasangi umbul-umbul setinggi empat meter. Plus sebuah spanduk besar bertuliskan : SELAMAT DATANG SYAHRINI, IDOLAKU!

Semua tetangga yang tahu kalau tempat Misbah akan kedatangan tamu terkenal, pun jadi bermunculan, lengkap dengan make’up dan pakaian tidak kalah ngartis. Maklum nanti kan disyuting masuk TV.
“Kan bakal ketemu orang ngetop,” begitu alasan seorang tetangga Misbah.

“Yang ginian ga setahun sekali,” tetangga yang lain ikut menimpali.
“Sekali-sekali niru lagaknya orang beken,” kata yang lain pula.

Teman-teman kerja Misbah juga sudah menunggu dengan pakaian yang sama bagusnya dengan pakaian lebaran. Sebagian dari mereka menunggu di mulut gang, sebagian lagi siap menyambut di depan pintu.
Istri Misbah pun tak kalah rapih dan cantiknya. Perempuan itu mengenakan pakaiannya yang paling bagus dan belum pernah dipakai. Minyak wangi yang tak pernah dia sentuh sejak ngidam, kini disemprotkan lagi ke beberapa bagian tubuhnya.

Tak jauh dari istri Misbah, duduk Misbah didampingi Pak RT dan ketua karang taruna, yang dengan sukarela, siap menjadi juru bicara.

Menjelang siang, seorang perempuan muda yang cantik, dengan make’up tebal, bulu mata anti badai dan tatanan rambut ala gorong-gorong Sudirman muncul. Di belakangnya beberapa orang bodyguard dan kru stasiun TV, juga ikut mengawal. Perempuan cantik berbaju pink itu tersenyum manis. Berjalan dengan anggun dan langkah kali yang diatur sedemikian rupa melewati kerumunan orang-orang.

Dari kejauhan, istri Misbah takjub memandangnya. Tetangga-tetangga Misbah bengong. Teman-teman Misbah ternganga. Semua tak menyangka kalau Syahrini, pelantun lagu “Sesuatu” yag lagi naik daun itu benar-benar muncul di depan mereka.

Maka dalam hitungan detik, setelah sempat terjadi kevakuman suasana akibat rasa kaget yang amat luar biasa, segera timbul suara-suara kekaguman.

“Wah, cantiknya…”
“Kayak bidadari…”
“Serius. Saya gak percaya dia itu cantik sekali kalau dilihat langsung.”
Sementara, teman-teman Misbah yang juga mengagumi kecantikan Syahrini, juga mulai berkerumun dan berbisik-bisik.
“Betul kan aku bilang, si Syahrini itu pasti datang.”
“Tapi apa bisa teman kita mencium si Syahrini itu? Kan sesuatu banget gitu deh.”
“Saya kira gak!”
“Aku kira bisa.”
“Ya sudah kita lihat saja.”

Di sudut lain, Misbah yang merasa wajib menjadi tuan rumah yang baik, segera menyambut tamunya. Tanpa menunggu aba-aba, dia cepat-cepat menghampiri Syahrini. Wajahnya dipasang ramah meskipun terlihat kikuk. Mulutnya dibuat tersenyum.

“Assalamu’alaikum…” ujar Misbah.
Syahrini memandang Misbah, lalu menjawab salam.

“Saya Misbah..” anak muda itu memperkenalkan diri. Wajahnya dia tundukkan. Bukan grogi, apalagi malu. Misbah hanya meyakini satu hal, untuk selalu menghindari apa yang bukan menjadi haknya, “saya…”

“Saya sudah tahu kok,” potong Syahrini, “Istri kamu kan yang sedang ngidam dan mengundang saya? Sesuatu banget ya?”

“Ya!” jawab Misbah, wajahnya tetap tertunduk, “Saya mengucapkan terimakasih karena… Mbak mau datang ke tempat saya.”

Syahrini tersenyum. Melihat sikap dan keramahan Misbah, timbul keheranan dalam hati bintang cantik itu. Sebab yang sering terjadi para penggemarnya selalu menatap dengan pandangan yang tidak sopan. Bahkan tak jarang yang bersikap kurang ajar.
Tapi pemuda yang ada di depannya itu betul-betul berbeda. Aka diam-diam muncul keinginan Syahrini untuk menggoda.

“Istri kamu pasti cantik!”

“I… iya … Alhamdulillah…,” jawab Misbah.

Melihat Misbah yang tak menoleh sedikitpun ke arahnya, Syahrini mendekatkan mulutnya ke telinga Misbah dan berbisik.

“Cantik mana dengan saya?”

Didekati Syahrini begitu, Misbah tambah kikuk.
“Mbak cantik sekali.. tapi…”

“Tapi kenapa?”

“Bagi saya … e .. istri saya yang paling cantik…”

Syahrini tertawa ngikik, sampai orang-orang yang melihatnya kaget, sebab tak mengerti apa saja yang dibicarakan mereka, dan kenapa tiba-tiba kedua orng itu kelihatan gembira gitu.
“Ya, sudah. Yuk, kita masuk!” ujar Syahrini, lalu dengan akrab menggandeng tangan Misbah, yang semakin terlihat serba salah.

Berbeda dengan Misbah dan Syahrini, teman-teman dan tetangga Misbah malah jadi gak habis pikir. Bagaimana mungkin Misbah yang kere, yang tinggalnya saja di gang sempit, bisa berkenalan dan berakkrab-akrab dengan bintang dan penyanyi terkenal?

Tapi pertanyaan itu hanya mampir sebentar di kepala mereka. Sebab tiba-tiba, entah karena iri pada Misbah atau karena hal lain, tanpa bisa dicegah semua orang meluruk ke arah Syahrini. Ada yang berebut mencium tangannya. Ada yang mencubit. Ada yang mencolek pipi, badan, bahkan dagian belakang tubuhnya. Ada yang hanya memandangi dari kejauhan dengan kagum. Beberapa orang yang sudah menyiapkan buku, segera menyodorkan agar ditandatangani.

Menerima sambutan begitu, Syahrini girang banget. Dia sapa mereka satu-satu sambil mengucapkan “Alhamdulillah ya sesuatu banget?” dia salami semua penggemarnya dengan ramah. Satu-dua orang malah diberi ciuman di pipi kiri kanan. Semua bergembira. Semua tertawa. Tetangga-tetangga Misbah. Pak RT. Ketua Karang taruna. Teman-teman Misbah. Tidak terkecuali Misbah. Meski dia tetap menahan diri.

“Mis, cepat kau cium si Syahrini itu. Mumpung ramai!” bisik Binsar, yang tau-tau sudah berdiri di samping Misbah.

Misbah melotot ke arah Binsar.

“Aduuuhh. Kapan lagi? Ini kesempatan.”

Misbah tetap tak mau. Baginya, ada atau tidak ada kesempatan, prinsip tetap harus dipegang teguh.
Binsar tiba-tiba mendekati Syahrini dan berbisik. Syahrini langsung menatap Misbah. Lalu pelan-pelan mendekati pemuda itu. Misbah yang sadar apa yang bakal terjadi, cepat-cepat bergeser menjauh.
Tapi mendadak saja beberapa orang memegangi Misbah. Misbah berontak, namun tak berdaya. Dan hanya dalam hitungan detik, sebuah ciuman mendarat di pipi kiri dan kanan Misbah. Meninggalkan bekas berwarna merah menyala. Orang-orang pun bersorak.

Misbah kaget, malu dan merasa diremehkan. Tapi Misbah tak bisa menyalahkan siapapun. Bukankah istrinya yang telah mengundang si Syahrini itu?

Yang juga tak kalah terkejutnya tentu saja istri Misbah. Melihat suainya mendapat ciuman, bahkan semua orang menyambut adegan itu dengan berteriak kegirangan, istri Misbah yang tidak tahu persoalan sebenarnya jadi cemburu. Dadanya tiba-tiba terbakar.

“Astagfirullah… Astagfirullah…” kata istri Misbah berusaha menenangkan diri. Tapi hati calon ibu muda itu sudah terlanjur dipenuhi rasa cemburu. Lalu tanpa basa-basi lagi, dia menghambur ke dalam dan langsung mengunci pintu kamarnya rapat-rapat.

Entah kenapa, tiba-tiba saja perempuan itu merasa marah kepada semua orang ngetop, pemain sinetron, diva, bintang tenar dan apapun yang berbau selebritis…




***Dimuat dengan judul asli “Krisdayanti” di kumpulan cerpen terbitan LingkarPena Publishing House berjudul “Kangen” karya Asma Nadia&Birulaut.

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

about me !!!

Foto saya
I was not pretty, I'm not smart, not rich, not talented, but who obviously I was not bad. and I am not a bad person especially cruel.

follow me on facebook

clock